Pemerintah Israel menegaskan bahwa belasan aktivis dari Freedom Flotilla Coalition (FFC), termasuk Greta Thunberg, yang kapalnya dicegat, berada dalam kondisi “tidak terluka” dan “selamat”. Mereka kini dalam perjalanan menuju Israel sebelum dipulangkan ke negara asal masing-masing.
Namun, para aktivis, termasuk Greta Thunberg, memiliki narasi yang berbeda. Mereka bersikukuh bahwa tindakan Israel tersebut merupakan “penculikan pasukan Israel”. Insiden ini terjadi saat kapal layar mereka, Madleen, dalam misi membawa bantuan kemanusiaan simbolis menuju Gaza, Palestina.
Hingga kini, jadwal kedatangan kapal di kota pelabuhan Israel, Ashdod, masih belum jelas. Pejabat Israel hanya menyatakan bahwa kapal tersebut masih dalam perjalanan. Situasi ini semakin memanas dengan seruan dari Kementerian Luar Negeri Palestina untuk perlindungan para aktivis, serta permintaan dari seorang pejabat PBB agar lebih banyak kapal berlayar untuk membawa bantuan ke Gaza.
Pencegatan kapal Madleen, yang mengangkut 12 aktivis solidaritas Palestina, termasuk nama besar seperti Greta Thunberg, dilakukan oleh pasukan Israel saat kapal tersebut berlayar menuju Gaza. Insiden ini terungkap setelah kapal diketahui hilang kontak pada Minggu, 8 Juni malam.
Rincian mengenai lokasi pasti pencegatan dan waktu kapal berlabuh masih simpang siur. Ada perbedaan laporan antara otoritas Israel dan media lokal terkait titik kejadian tersebut. BBC mendapatkan informasi awal mengenai penghadangan ini setelah pukul 05:30 waktu setempat, saat kapal dilaporkan berlayar di dekat pantai utara Mesir.
Operator kapal Madleen, yakni koalisi armada kebebasan atau Freedom Flotilla Coalition (FFC), yang salah satu anggotanya adalah aktivis Greta Thunberg, merilis foto melalui Telegram. Foto itu memperlihatkan para aktivis mengenakan jaket pelampung dengan tangan terangkat. Dalam unggahan tersebut, Greta Thunberg secara langsung menyatakan, “SOS! Para relawan di Madleen telah diculik oleh pasukan Israel.”
Menyusul insiden tersebut, Kementerian Luar Negeri Israel dengan cepat mengeluarkan pernyataan. Mereka menegaskan bahwa seluruh awak kapal berada dalam keadaan “tidak terluka” dan “selamat”, serta sedang dalam perjalanan menuju Israel.
Pada pukul 08:00 waktu setempat, Menteri Pertahanan Israel lebih lanjut mengonfirmasi bahwa kapal beserta awaknya akan dibawa ke Ashdod, kota pelabuhan di Israel. Juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, menambahkan bahwa pasukan Israel telah menyediakan “banyak makanan dan minuman” bagi ke-12 aktivis di kapal. Pihak Israel juga menjamin bahwa Greta Thunberg dan aktivis lainnya akan dipulangkan ke negara asal mereka.
Sebelumnya, FFC telah menyatakan misi mereka adalah “untuk mengakhiri blokade ilegal Israel terhadap Gaza”. Kapal Madleen sendiri membawa sejumlah bantuan simbolis, termasuk beras dan susu formula bayi, sebagai bentuk solidaritas.
Kapal Madleen yang dicegat ini membawa total 12 individu. Mereka adalah para aktivis dan tokoh yang berlayar dari Pelabuhan Catania, Sisilia, Italia, pada 1 Juni. Di antara mereka terdapat nama-nama penting seperti:
- Greta Thunberg, aktivis perubahan iklim ternama dari Swedia.
- Rima Hassan, seorang anggota parlemen Eropa kelahiran kamp pengungsi Palestina di Suriah.
- Yasemin Acar, aktivis Jerman yang tumbuh besar dari keluarga etnis Kurdi Turki.
- Thiago Avila, koordinator Freedom Flotilla Coalition di Brazil sekaligus anggota Komite Pengarah koalisi Freedom Flotilla.
- Yanis Mhamdi, jurnalis dan direktur Blas, sebuah media independen dari Prancis.
- Omar Faiad, koresponden Al Jazeera Mubasher.
- Sergio Toribio, perwakilan dari LSM konservasi laut Sea Sheperd.
Selain itu, turut serta pula dokter dan aktivis asal Prancis, Baptise Andre; aktivis Turki, Suayb Ordu; mahasiswa teknik dari Belanda, Mark van Rennes; warga negara Prancis, Reva Viard; dan Pascal Maurieras, yang memiliki pengalaman dalam misi Freedom Flotilla sebelumnya.
Insiden pencegatan Madleen bukanlah peristiwa pertama yang dialami oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC). Sebulan sebelumnya, kapal lain yang juga sedianya menuju Gaza, bernama Conscience, terbakar di lepas pantai Malta.
FFC mengklaim bahwa kapal Conscience diserang oleh pesawat nirawak milik Israel di perairan internasional pada 2 Mei. Tuduhan serius ini menyebabkan empat relawan sipil terluka, dan kapal mengalami kerusakan parah serta terbakar di perairan Eropa. Israel sendiri menyatakan sedang menyelidiki insiden tersebut.
Pemerintah Malta mengonfirmasi bahwa semua orang di kapal selamat dan api berhasil dikendalikan. Menariknya, Greta Thunberg semula dijadwalkan untuk berlayar dengan kapal Conscience, namun akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan misi Madleen. Anggota koalisi Freedom Flotilla, Tan Safi, menyampaikan keprihatinan yang mendalam, “Pemerintah di seluruh dunia diam ketika kapal Conscience dibom. Sekarang Israel menguji kebungkaman itu lagi.”
Tujuan utama para aktivis menuju Gaza adalah untuk menarik perhatian pada krisis kemanusiaan yang mendalam. Lebih dari dua juta penduduk di Gaza, Palestina, kini menghadapi risiko kelaparan, sebuah penilaian yang dikeluarkan oleh PBB dan berbagai lembaga lainnya pada awal bulan ini.
Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Türk, sebelumnya menggambarkan situasi tersebut sebagai “pilihan yang paling suram”: warga Palestina dihadapkan pada ancaman kelaparan atau risiko terbunuh saat berusaha mengakses pasokan makanan yang sangat terbatas.
Meskipun Israel baru-baru ini mengizinkan masuknya bantuan ke Gaza setelah blokade darat selama tiga bulan, jumlahnya masih sangat terbatas. Distribusi bantuan ini diprioritaskan melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), sebuah entitas yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat.
Namun, operasional GHF sendiri telah menuai kontroversi. Beberapa insiden mematikan dilaporkan terjadi selama minggu pertama distribusinya, menyebabkan puluhan warga Palestina tewas dan ratusan lainnya terluka saat berupaya mencapai lokasi bantuan.
Badan pertahanan sipil yang dikelola Hamas mengklaim setidaknya enam orang tewas akibat tembakan Israel dalam insiden tersebut. Sistem distribusi GHF yang mengharuskan warga Palestina melintasi zona perang di reruntuhan Gaza selatan untuk mendapatkan bantuan, telah memicu kekhawatiran serius. Bahkan, kantor pusat GHF terpaksa menghentikan operasinya lebih dari satu kali demi mengatasi kepadatan dan masalah keamanan.
Freedom Flotilla Coalition (FFC) mendefinisikan dirinya sebagai “gerakan solidaritas akar rumput antarmasyarakat” yang berkomitmen untuk “mengakhiri blokade ilegal Israel terhadap Gaza”.
Didirikan pada tahun 2010, koalisi ini beroperasi secara independen, bekerja sama dengan “mitra masyarakat sipil” tanpa berafiliasi dengan partai politik, fraksi, atau pemerintah mana pun. Kapal Madleen sendiri dinamai dari nama nelayan pertama dan satu-satunya di Gaza. Kapal ini memulai pelayarannya dari Italia pada 1 Juni dengan tujuan utama meningkatkan kesadaran global akan krisis pangan di Gaza.
FFC mengklaim bahwa Madleen membawa sejumlah bantuan simbolis, seperti beras dan susu formula bayi. Namun, klaim ini dibantah oleh Israel, yang menyatakan bahwa muatan kapal tersebut “kurang dari satu truk penuh bantuan”.
Ringkasan
Kapal *Madleen*, yang membawa 12 aktivis solidaritas Palestina termasuk Greta Thunberg, dicegat oleh pasukan Israel saat berlayar menuju Gaza dengan misi membawa bantuan kemanusiaan simbolis. Pemerintah Israel menyatakan aktivis tersebut “tidak terluka” dan “selamat” dalam perjalanan menuju Israel untuk dipulangkan ke negara asal mereka. Namun, para aktivis, termasuk Greta Thunberg, bersikukuh bahwa tindakan Israel tersebut merupakan “penculikan”.
Insiden ini terjadi dalam upaya menarik perhatian pada krisis kemanusiaan dan ancaman kelaparan di Gaza akibat blokade. Freedom Flotilla Coalition (FFC), operator kapal, mendefinisikan diri sebagai gerakan yang berkomitmen mengakhiri blokade ilegal Israel terhadap Gaza. FFC sebelumnya juga menghadapi insiden serupa dengan kapal lain yang hendak menuju Gaza.